Rabu, 17 Juni 2015

Edward-Bella



Bella                : Your skin is pale white and ice cold. Your eyes change color, and sometimes you speak like you’re from a different time. You never eat or drink anything. You don’t go out in the sunlight. How old are you?

Edward            : Seventeen.

Bella                : How long have you been seventeen?

Edward            : A While.

Bella                : I know what you are.

Edward            : Say it. Out loud. Say it.

Bella                : Vampire.

Edward            : Are you afraid?

Bella                : No.

Edward            : Then ask me the most basic question: what do we eat?

Bella                : You won’t hurt me.


Senin, 15 Juni 2015

Forks, Kota Cinta Bella Swan dan Edward Cullen


Pariwisata Forks, kota kecil yang jadi tempat hidup Bella Swan, naik 1000 persen sejak buku pertama Twilight terbit.

Enam tahun lalu, hanya sedikit orang yang mendengar tentang Forks, sebuah kota kecil yang sekadar titik kecil di peta, jauh di ujung barat laut Washington hampir berbatasan dengan Kanada. Namun begitu The Twilight Saga muncul-yang diangkat dari novel karya Stephenie Meyer-kota tersebut jadi tenar. 

Industri turisme di Forks sejauh ini sudah naik 1000 persen sejak novel pertama diterbitkan pada 2005 dan semakin bertambah dengan kehadiran film keempatnya, Breaking Dawn Part 1, yang dirilis pada 18 November. 

Namun popularitas kota kecil itu sebenarnya kebetulan. Pasalnya, Meyer belum pernah mengunjungi kota itu. Jadi waktu ia mencari lingkungan yang liar, berhutan, berkabut, berhujan, ia melihat di peta bahwa lokasi itu berada di Tanjung Olympic. Dan di situlah legenda lahir.


Tempat informasi turis di Forks, berupa sebuah gubuk kayu di ujung selatan kota itu. Di sana terpasang level curah hujan, 120 inci setahun. Selain itu juga ada dua mobil pick-up yang mirip dengan mobil yang dikemudikan Bella Swan (diperankan Kristen Stewart), terparkir di luar gubuk.


Yang menarik perhatian adalah ketika buku tersebut difilmkan, justru syuting filmnya tidak bertempat di Forks. Malah sebagian besar adegan difilmkan di Oregon, atau wilayah utara perbatasan Amerika dan Kanada, yaitu di British Columbia. Siapa pun yang berkunjung ke Forks untuk merasakan kehidupan di Twilight tidak akan menemukan apa pun yang secara visual bisa dikenali. 

Secara keseluruhan, kota Forks terlihat ganjil, bahkan rapuh. Sejumlah properti di kota itu bahkan terlihat memang muncul untuk menjadi landmark di dalam cerita Twilight. 

Keluar dari jalan K, sebuah rumah tampak seperti kediaman keluarga Swan, dengan sebuah tanda yang dipasang di halaman, mengumumkan bahwa penghuninya tak masalah orang-orang memotret foto itu sebagai bagian dari tur mereka.


Kemudian ada Miller Tree Inn, sebuah hotel yang mempromosikan diri sebagai rumah keluarga Pattinson. Meski hotel itu mengakui bahwa bangunannya tidak mirip dengan di film, tapi tidak menghentikan pemiliknya untuk memasak catatan tangan yang konon ditulis oleh keluarga Cullen. 

Rumah Keluarga Cullen di Film

Miller Tree In

Kota ini menyediakan tur keliling ke berbagai kota yang menyuguhkan tempat-tempat yang ada dalam cerita Twilight. Dari stasiun polisi, rumah sakit, hingga sekolah. 

Salah satu tempat yang paling dicari lainnya, berada di luar Forks. Sekitar 20 menit berkendara mobil sejauh 14 mil, menuju arah barat. Di situlah letak tempat suku Quileute, dan perkampungan La Push. Tempat warga asli Amerika ini adalah 'rumah' Jacob Black (di film diperankan Taylor Lautner). 




Di wilayah ini, sebagian besar tempat merujuk pada nama Jacob. Contohnya kedai kopi di sebelah hotel utama yang bernama Jacob's Java. Kedai ini juga menyuguhkan smoothies dengan nama The Cullen's Craving, yang berwarna merah-bukan oleh darah tapi strawberry.

Kota kecil ini juga memiliki pantai yang sangat terisolir, seperti yang tergambar di novelnya. Seperti halnya aura gelap di filmnya, pantai Ruby Beach di Forks terlihat lembap dan murung. Jika tidak menjadi lokasi tempat sebuah kisah romantis remaja, mungkin saja Forks sekadar sebuah kota kecil sunyi yang menyimpan misteri.





Sumber: Dailymail

Jumat, 12 Juni 2015

New Moon



Ini series ke dua dari Twilight Series. Dan mmm... ini bukan series favorit gue. Cenderung kesel sebenernya, liat tingkah nya Edward yang sok bisa ngejauh dari Bella. Yang menurut vampir tampan ini, dengan ninggalin Bella dan pergi jauh dari hidup Bella, Bella akan terhindar dari bahaya. Tapi justru, malah buat Edward dan Bella sama-sama menderita. Dan karena tingkah Edward di series ini juga, ngebuat hubungan Bella dan Jacob deket. Yang jadi bumerang untuk Edward di series selanjutnya. Ampuuun sebel banget suwer deh sama si manusia serigala satu itu. Pas liat film nya sih gak terlalu gondok ya, tapi begitu baca novel nya... rasanya mau nendang bokong nya Jacob biar pergi jauh-jauh dari Bella. Dan mau tampar si Bella ini, karena berani-berani nya mikir buat kasih kesempatan ke Jacob, mau selingkuh dia. Hih.




Gue udah tau sebenernya di series ini Edward muncul cuma sebentar. Tapi begitu baca novel nya, dan sampai di bagian Edward pergi dari Bella, tetep aja kesel. Dan baca bagian demi bagian di novel nya itu kerasa lama banget, karena nungguin kapan Edward akan muncul lagi. Dan bikin gondok nya lagi, halaman novel New Moon lebih banyak dari Twilight. 705 lembar. Edward mulai gak muncul di halaman 97 dan baru muncul lagi di halaman 562. Betapa frustasi nya harus baca 465 halaman yang isinya Bella dan Jacob. Well, gak terus-terusan tentang mereka sih. Tapi kan tetep aja porsi nya Jacob lebih besar, dibanding Edward.


Tapi ya seperti biasa, gue lebih suka novel nya dibanding film nya. Di film, gue lebih marah, lebih kesel, lebih ewh lagi liat Bella, karena keliatan nya dia cuma frustasi di bulan-bulan awal Edward pergi. Begitu ketemu Jacob, dia seakan lupa sama Edward. Sedangkan di novel nya, kepedihan Bella di tinggal Edward lebih terasa. Sampe gak tega buat kesel sama dia. Tapi mau gimana lagi, begitu bagian nya Bella lagi sama Jacob tetep aja kesel.


Di novel nya juga ada bagian-bagian yang seharusnya wajib ada di film menurut gue, tapi ternyata gak ada. Di novel, ada bagian ketika Bella Swan pergi sendiri ke rumah keluarga Cullen yang kosong, tapi di film gak ada. Ketika Alice datang ke rumah Bella dia menginap semalam, baru besok nya Alice dapat penglihatan kalau Edward mau menemui Voltury. Tapi di film, Alice gak menginap. Padahal pembicaraan antara Alice dan Charlie di dapur, menarik untuk dilihat di film. Lalu, adegan Bella dan Edward setelah pertemuan dengan Voltury dan di pesawat, seharusnya ada di film menurut gue, tapi gak ada.




Oh dan, lamaran pertama Edward di kamar Bella. Edward meminta Bella untuk menikah dengannya di kamar Bella setelah mereka mengadakan pemungutan suara tentang Bella menjadi vampir, tapi di film justru di bagian terakhir ketika mereka selesai bertemu dengan Jacob Black.

--- “Menikahlah denganku.” ---

Itu jadi kalimat penutup di film The Twilight Saga: New Moon. Ya, bagus juga sih, kan maksudnya biar penonton penasaran sama film selanjutnya. Tapi pembicaraan mereka berdua di kamar sebelum dan sesudah mereka melakukan pemungutan suara itu harusnya gak di lewatin, oh ya ampun... disitu kalian bisa liat betapa Edward mencintai Bella. Ampun ampunan deh, pembicaraan mereka berdua di kamar itu adalah satu-satu nya bagian favorit gue dari novel ini. Untuk di film nya... gak ada bagian favorit, semuanya pahit. Huek.

--- “Sebelum kau. Bella, hidupku bagaikan malam tanpa bulan. Gelap pekat, tapi bintang-bintang, titik-titik cahaya dan alasan... Kemudian kau melintasi langitku bagaikan meteor. Tiba-tiba saja semua seperti terbakar; ada kegemerlapan, ada keindahan. Setelah kau tidak ada, setelah meteor tadi lenyap di batas cakrawala, semuanya hitam kembali. Tidak ada yang berubah, tapi mataku sudah dibutakan oleh cahaya terang tadi. Aku tidak bisa lagi melihat bintang-bintang. Jadi tidak ada alasan lagi untuk apa pun juga.” ---

Ada di halaman 642. Itu kalimat favorit gue yang di ucap oleh Edward dan kalimat favorit gue di novel New Moon ini. Edward mengatakan itu sebelum mereka berdua pergi ke rumah keluarga Cullen untuk melakukan pemungutan suara. Sayang banget kan, kalimat romantis itu gak muncul di film?

Dan hukuman yang dikasih ayah Bella, Charlie karena Bella meninggalkan rumah selama tiga hari untuk menemui Edward di Italia dan juga karena ketahuan mengendarai motor besar. Di novel, kata-kata marah Charlie justru lucu. Mulai dari halaman 700, ketika Edward dan Bella menemui Jacob di hutan dekat rumah Bella.

--- “Bella! Masuk ke rumah sekarang juga!” ---

--- “Bella! Aku melihat mobilnya jadi aku tahu kau ada di sana! Kalau kau tidak masuk ke rumah dalam satu menit...!” ---

Stephenie Meyer di novel ini menggambarkan sosok Charlie yang marah besar kepada Bella. Tapi justru lucu dan bikin gue ketawa kecil. Sayang juga ini gak ada di filmnya. Haduh. Karena efek durasi juga kali ya, kan gak mungkin semua bagian novel ada di filmnya.

Tapi ada juga bagian di film yang gak ada di novel. Yaitu adegan bertarung nya Edward dengan Felix. Nah ini satu-satu nya adegan di film yang bikin gue bilang, ‘Aaah kok gak ada bagian berantem nya Edward sih ini novel.’ Gue acung jempol di situ buat film nya.


Dan setelah membanding-bandingkan antara novel dan film, jauh lebih menyenangkan untuk baca novel nya. Terutama dari halaman 562 sampai ending. Halaman-halaman itu milik nya Edward dan Bella. No Jacob. Haha. Seriously, I hate him.


Sekian postingan kali ini. Tunggu Eclipse, oke? Love, Kiki.

Twilight



Series pertama novel dan film dari Twilight Series dan series favorit gue. Kenapa? Karena ini awal mula perkenalan Edward dan Bella. Awal nya gue lebih suka film Breaking Dawn part 1. Tapi begitu baca novel Midnight Sun, dan ngerasain gimana tersiksa nya Edward, gue jadi lebih suka film Twilight. Dan pas nonton Twilight lagi setelah baca Midnight Sun, gue senyum-senyum terus sepanjang liat Edward di film. Gue pernah bilang di postingan sebelum nya, kalau karakter Bella di novel dan film agak beda. Dan di novel ini, bener-bener dijabarin gimana perasaan Bella, rasa cinta, rasa sayang, rasa malu, dan rasa minder nya dalam menghadapi Edward. Di film sama sekali gak keliatan Bella pernah malu-malu kalau ada Edward, di film Bella cenderung cuek. Tapi di novel, Bella sering banget memerah mukanya karena malu. Ah dan yang paling bikin love love love sama film ini... peran Jacob cuma selingan aja, bahkan lebih banyak peran Mike Newton. But, I love that. Remember, I hate Jacob.




Novel dan film nya sama-sama yang paling gue suka diantara Twilight Series lainnya. Tapi gue lebih suka novel nya. Nih ya, kalau kalian benci sama Bella Swan di film Eclipse, kalian akan jatuh cinta lagi sama Bella karena baca novel ini. Dan banyak banget bagian yang romantis di novel, tapi gak ada di film nya.




Adegan ketika Bella melakukan tes golongan darah di kelas biologi gak ada. Di situ, Bella hampir pingsan karena gak bisa mencium bau darah yang menurut dia bau nya seperti karat dan garam. Dan berakhir dengan Edward mengantar pulang Bella untuk pertama kali. Di film, bab golongan darah sama sekali gak ada.

Di novel, terungkapnya Edward adalah vampir, ketika mereka di mobil setelah selesai makan malam di Port Angeles yang sehabis Bella di ganggu para berandalan. Dan Bella begitu tenang menghadapi kenyataan. Sedangkan di film, Edward yang memaksa Bella mengatakan apa teori nya di hutan dekat sekolah mereka. Dan Edward langsung mengajak Bella ke padang bunga dan memperlihatkan bagaimana rupa vampir jika sedang di bawah sinar matahari langsung. Di novel, Edward mengajak Bella pergi ke padang bunga di akhir pekan.




Di film, adegan di padang bunga sangat sangat sedikit, hanya bagian inti nya aja. Padahal banyak bagian-bagian lain di novel yang merupakan pemanis. Di novel benar-benar jelas apa yang dilakukan Edward dan Bella di padang bunga itu. Bahkan ciuman pertama mereka di sana. Sedangkan di film, dengan sangat tidak romantis nya, ciuman pertama mereka di kamar Bella. Huh.



Ketika membandingkan antara film dan novel nya, banyak banget yang buat kecewa sama film nya. Kenapa bagian ini gak ada, kenapa bagian itu gak ada. Padahal setiap kata dari novel Twilight itu romantis semua. Jadi sayang aja, kalau di ilangin.

Dan yang paling bikin gue bilang ‘Ih, kok di film nya gak ada sih’. Itu tentang masa lalu Alice. Di film sama sekali gak ada singgungan soal masa lalu Alice. Kita sama sekali buta. Tapi di novel nya, ada bagian tentang masa lalu Alice. Dan bikin kaget, karena gue nonton film nya duluan. Bagian itu ketika Bella di jebak dan mau di bunuh sama James, si vampir pemburu di studio balet Bella ketika kecil. James pernah menginginkan darah Alice (ketika masih manusia), seperti dia menginginkan darah Bella. Jadi singkat kata, si Alice pernah hampir jadi korban nya James. Tapi bukan James yang merubah Alice jadi vampir, tapi vampir lain yang mencintai Alice. Setelah vampir itu merubah Alice, justru vampir itu yang dibunuh James.

Dialog-dialog antara Edward dan Bella yang harusnya lebih panjang dan lebih romantis di novel justru di perpendek di film.

--- “Your scent, it’s like a drug to me, my own personal brand of heroin.” ---

Sedangkan di film, kalimatnya menjadi;

--- “Yes, you are exactly my brand of heroin.” ---




Tapi gak mengurangi sisi romantis nya Edward sih. Jadi, it’s ok.

Banyak banget kalimat-kalimat romantis di novel Twilight yang bikin kita makin jatuh cinta sama Edward Cullen.

--- “Kau yang terpenting bagiku sekarang. Terpenting sampai kapanpun.” ---

Halaman 287, kalimat Edward kepada Bella.

--- “Kau sudah tahu bagaimana perasaanku, tentu saja. Aku ada disini... yang secara kasar berarti aku lebih baik mati dari pada harus menjauh darimu.” ---

Halaman 287, kalimat Bella kepada Edward.



Perbedaan yang paling mencolok antara novel dan film Twilight, tentu aja adegan kissing nya. Haha. Di film, Edward dan Bella cuma kissing satu kali di kamar Bella. Ciuman pertama mereka. Tapi di novel, adegan kiss nya cukup sering. Dan ada salah satu dialog Edward yang bikin ngakak pembaca.

----- “Apa yang akan aku lakukan padamu? Kemarin aku menciummu, dan kau menyerangku! Hari ini justru kau pingsan karena ciumanku!” -----

Kenapa Edward bilang kaya gitu? Karena di ciuman pertama mereka, Bella lebih agresif dari Edward. Tapi di ciuman yang ini, justru Bella hampir pingsan karena gak kuat hadapin Edward. Oh ya ampun. Sumpah love love banget sama Bella Swan di novel Twilight ini. Lucuuuu. Kocak. Imajinasi nya selalu aneh-aneh. Beda sama karakter di film nya.

Dan di adegan terakhir di film atau pun novel nya, bikin jatuh cinta juga.




----- “Dengar. Aku mencintaimu lebih dari semua yang ada di dunia ini bila di gabungkan tidakkah itu cukup?” -----
Bella Swan kepada Edward Cullen.

----- “Ya, itu cukup. Cukup untuk selamanya.” -----
Edward Cullen kepada Bella Swan.

Oke, cukup untuk postingan kali ini. Love, Kiki.

Rabu, 10 Juni 2015

Midnight Sun


Akhir-akhir ini gue jatuh cinta lagi sama Edward Cullen. You know who, right? Si vampir tampan dari film The Twilight Saga. Setelah sekian lama gak nonton The Twilight Saga, dan lupa sama Edward, itu karena posisi nya tergantikan sama tokoh-tokoh novel yang sering gue baca buat abisin waktu luang liburan. Sosok tampan Edward Cullen berhasil mengalihkan perhatian gue dari si arogan Mr. Darcy dari Pride and Prejudice dan si sinis Alex Hirano dari Sunshine Becomes You.

Awal mulanya, gue lagi cari-cari e-book novel nya Ilana Tan. Dan ada di blog mana entah, mereka punya e-book novel terjemahan. Gak banyak sih, cuma novel-novel terkenal aja, Harry Potter Series, The Lord Of The Rings Series, Vampire Academy, sama Twilight Series. Pas cek ke bagian Twilight Series, dibagian akhir ada Midnight Sun. Nah kan gue bingung, setau gue gak ada novel lain setelah Breaking Dawn. Gue download Midnight Sun-nya. Mungkin banyak yang belum tau, tentang series Midnight Sun. Twilight Series yang kita tau secara umum itu, Twilight, New Moon, Eclipse, dan Breaking Dawn.



Nah, Midnight Sun ini bukan lanjutan dari Breaking Dawn, tapi versi lainnya dari Twilight (Series Pertama). Perbedaannya di point of view atau sudut pandang nya. Di novel Twilight, menggunakan sudut pandang dari si tokoh utama perempuan, yaitu Bella Swan. Dan di novel Midnight Sun, menggunakan sudut pandang dari vampire tampan kita, Edward Cullen. Dan series Midnight Sun ini, gak pernah diterbitin dalam bentuk novel cetak. Series ini bisa kita baca dalam bentuk draft di blog nya Stephenie Meyer. Tapi sayang, cuma sampai di bab 12. Dan gak di lanjutin lagi. Soalnya, ada penggemar-penggemar Twilight Series, yang membocorkan ke akun nya masing-masing, entah di blog atau dibuat versi pdf. Dan juga mereka menerjemahkan draft ini secara manual ke bahasa nya masing-masing. Ini yang membuat Stephenie Meyer menstop kelanjutan dari Midnight Sun. Yah, sebagai penggemar yang terlanjur jatuh cinta sama Midnight Sun, kita cuma bisa gigit jari. Dan mengharapkan kebaikan hati penulis kita untuk melanjutkan Twilight versi Edward ini. Nah, karena sudah terlanjur bocor di internet, maka Stephenie Meyer memperbolehkan siapapun untuk mendownload draft Midnight Sun. Tapi sudah di ingatkan sama Meyer, kalo series ini masih dalam bentuk draft. Jadi kemungkinan akan ada typo, salah kata, atau double kata.



Gak susah buat bandingin antara Twilight dan Midnight Sun. Alur nya tentu aja gak berbeda. Tapi menurut gue, Midnight Sun is better than Twilight. Why? Karena di Midnight Sun ini, kalian bisa ikut ngerasain gimana tersiksa nya Edward ketika pertama kali mencium aroma darah Bella Swan. Di Midnight Sun, di jabarin gimana cara nya Edward mengatasi rasa hausnya terhadap darah Bella. Gimana merana nya Edward menjauh dari Bella dan berusaha untuk gak menyakiti Bella Swan. Dan gimana rasa frustasi nya Edward karena gak bisa baca pikiran Bella.


-----  “Aromanya langsung menghantamku dengan keras, seperti pendobrak yang tak kenal ampun. Tidak ada gambaran kekejian yang mampu mendeskripsikan dorongan yang tiba-tiba melandaku. Dalam sekejap, aku tidak lagi mendekati seperti manusia; tidak ada lagi jejak kemanusiaan yang tersisa. Aku adalah pemangsa. Dia buruanku. Tidak ada yang lebih penting selain itu.”  -----

Kalimat-kalimat itu ada di bab pertama ‘Pandangan Pertama’ dalam versi bahasa Indonesia series Midnight Sun.

-----  “Rasa haus membakar kerongkonganku seperti tinju api. Mulutku hambar dan kering. Liur yang menetes deras tidak mampu mengusirnya. Perutku melilit oleh lapar akibat haus. Otot-ototku menegang siap terlontar.”  -----

Kalimat-kalimat itu juga ada di bab pertama.

Di Midnight Sun, kita bisa ngerasain emosi Edward, rasa frustasi nya, rasa takut nya, pokoknya hal-hal yang bikin kita simpati sama Edward, dan buat kita makin jatuh cinta sama vampir tampan ini.

Dan karena gue yang jatuh cinta lagi sama Edward Cullen berkat Midnight Sun, timbul rasa kangen buat nonton Twilight Series lagi. Selesai baca Midnight Sun, mulai deh movie maraton Twilight Series. Dari mulai Twilight, New Moon, Eclipse, Breaking Dawn part 1 dan Breaking Dawn part 2. Dan yang tadinya gue udah gak pernah dengerin lagu Christina Perri ‘A Thousand Years’ jadi dengerin terus. Di play berulang-ulang dan sampe hari ini masih belum bosen.


Dan hari ini gue baru aja selesai nonton Breaking Dawn part 2, tapi rasanya masih kangen sama Twilight, jadi nanti malam mau gue tonton ulang Twilight-nya. Padahal gue baru tonton Twilight kemarin malem. Kurang kerjaan ya? Haha. Ini efek jatuh cinta lagi sama Edward Cullen, jadi gak berhenti-henti buat fangirl.




Satu hal yang perlu kalian tau, gue emang jatuh cinta sama Edward Cullen, tapi I’m not a fan of Robert Pattinson. Itu karena, gue tipe orang yang sering jatuh cinta dengan tokoh laki-laki utama di novel atau film. Gue jatuh cinta sama karakter mereka, ya meskipun gak dipungkiri gue juga jatuh cinta sama wajahnya kalau dalam film. Dan Robert Pattinson, sangat-sangat pas dengan peran Edward Cullen. Kan banyak ya, yang kita jatuh cinta sama novel nya, tapi kita kurang respect sama film nya, karena pemain nya yang menghancurkan imajinasi kita sebagai pembaca.

Jujur aja, gue lebih dulu liat film Twilight dari pada novel nya. Dan dari awal udah jatuh hati sama Robert Pattinson si Edward Cullen ini. Nah pas baca novel nya, gue kira imajinasi gue bukan Robert Pattinson. Tapi ternyata, ketika gue baca, yang ada di pikiran gue ya si Robert Pattinson. Tapi kalau untuk Bella Swan, dipikiran gue masih kabur, kadang Kristen Stewart, kadang imajinasi gue sendiri. Bukan karena Kristen Stewart gak meranin Bella Swan dengan baik. Tapi menurut gue, karakter Bella Swan di novel dan film nya agak beda. Di novel, Bella Swan lucu, lucu akan tingkahnya, dan lucu akan pemikirannya. Yang gak bisa kita temuin di film nya. Mungkin ini karena di novel, lebih mengekspos pikiran si tokoh. Apa yang dipikirkan, apa yang di rasakan lebih dijelaskan, tanpa perlu kita menebak-nebak seperti di film. Tapi gak ada lagi yang cocok untuk peran Bella Swan kecuali Kristen Stewart.

Ok, sekarang ini gue emang lagi fall in love again with Edward Cullen. Rasanya gak mau berhenti liat film nya dan baca novel nya. Tapi gue tau ini gak akan bertahan lama, begitu gue liat film lain atau baca novel lain dan tokoh utama laki-laki nya buat gue jatuh cinta, pasti gue akan lupa sama sosok Edward. Tapi gue yakin, kalo pada akhirnya sosok Edward Cullen akan buat gue jatuh cinta lagi dan lagi.

Stephenie Meyer is the best writer.

Dan kalo gue di suruh milih antara film atau novel nya. Jawabannya, novel. Karena menurut gue baca novel nya lebih menguras emosi dan perasaan. Juga kita bisa lebih merasakan emosi dari para tokoh-tokohnya. Pokoknya novel nya jauuuuh lebih keren, lebih romantis, dan lebih bikin frustasi.

Ok, this is enough. Silahkan kalian beli novel-novel Twilight Series di toko buku. Thank you so much. Dan sampai jumpa di postingan selanjut nya. Love, Kiki.

Minggu, 07 Juni 2015

Pigeon



-SMA Budaya Bangsa, Lapangan Basket Indoor.

“REON! REON! REONNN!” Teriak siswi-siswi berseragam putih abu-abu yang berdiri berjajar di tribun lapangan. Hanya satu orang yang bisa membuat lapangan basket tersebut dipenuhi teriakan melengking. Orang itu, lebih tepatnya remaja laki-laki itu melempar senyum miring sesaat setelah mengantar langsung bola berwarna oranye ke ring. Begitu bola oranye itu masuk melewati ring, volume teriakan semakin meningkat hingga tidak ada yang mendengar peluit yang ditiup wasit. “SELESAI! TIME OUUUUUUT!” teriak wasit sekuat napasnya.

***

“Gila! Rasanya telinga gue masih bergema!” kata Aji sambil mengusap telinganya. “Gue yakin tuh cewek-cewek pulang dari sini suara pada kaya kodok” ucap Bimo dengan wajah kesalnya. Tawa khas laki-laki terdengar di ruang ganti ekstrakulikuler Basket SMA Budaya Bangsa. “Itu karena di luar emang masih ada cewek-cewek histeris penggemarnya Reon.” Terang Irfan sambil menunjuk punggung lebar dan berotot hasil olahraga rutin di pojok ruangan dengan jari telunjuknya.

“Tau ah. Gue balik dulu ya.” Kata Reon sambil berbalik dengan tas olahraga di tangan kirinya. “Gak ikut kita makan-makan bentar Re? Ini kan berkat lo juga kita menang.” Tanya Fendi yang duduk di pojok ruangan dengan kening berkerut bingung. “Enggak deh. Gue udah di tungguin nih. Duluan ya, bro!” Pamit Reon sambil mengangkat telapak tangan kanannya ke arah anggota yang lain. Semua remaja laki-laki di ruangan itu tahu jelas kemana tempat yang akan dituju Reon, si mantan playboy kelas ikan hiu itu. “Salam buat cewek lo, bro!” Ucap Irfan cepat. Reon pun hanya mengacungkan jempolnya kearah Irfan.

***

-Rumah Sakit Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan.

Reon membuka pelan pintu kamar rawat inap rumah sakit swasta tersebut. “Hai, Pigeon. Apa kabar?” Tanya Reon dengan senyum sedih di wajahnya. Reon pun menghampiri perempuan yang terbaring lemah tak berdaya dengan segala macam peralatan rumah sakit yang terhubung dengan tubuhnya. Mengecup pelan kening perempuan itu, lalu Reon duduk di samping kasur dan tersenyum.

“Aku punya kabar gembira buat kamu. Tim basket sekolah kita menang ngelawan tim basket SMA Harapan Bangsa.” Ucap Reon sambil mengusap rambut kekasihnya itu. “Tadi si Irfan titip salam buat kamu. Mau kamu kasih salam balik nggak?” Reon menghela napas kasar, sadar dia tak akan mendapat jawaban dari ucapan-ucapannya.

“Aku kangen kamu, Pigeon. Aku kangen senyum kamu, tawa kamu, suara kamu, dan semua hal tentang kamu. Rasanya aku mau balik ke kejuaraan basket tahun lalu. Karena tahun lalu kamu ada disamping aku, kamu selalu nyemangatin aku, kamu nggak pernah absen buat ngingetin jadwal latihan aku, dan kamu nggak pernah berhenti marah-marah sama siswi-siswi penggemar aku yang menurut kamu, mereka cuma bisa ganggu konsentrasi aku. Padahal aku tau, selain itu kamu juga kesal sama mereka, karena suara mereka ketika nyemangatin aku dari tribun lebih kencang dari kamu. Harusnya otak kamu yang pintar itu bisa berpikir, tentu saja suara mereka lebih keras dari kamu. Mereka yang entah ada berapa orang, dan kamu yang sendirian.” Reon tertawa di kalimat terakhir. “Tapi hal penting yang harus kamu tahu, keberadaan kamu disana lebih dari cukup untuk buat aku semangat dibanding beribu-ribu siswi-siswi itu.” Reon tersenyum lembut.

Reon membawa tangan kekasihnya ke pipi nya. Mengusap lembut pipinya dengan tangan kekasihnya. “Tangan kamu hangat Pigeon, masih sama seperti dua bulan yang lalu.” Reon memejamkan mata, menikmati hangatnya tangan yang dulu sering membelai pipinya. Dan perlahan, air mata menetes dari matanya. Dia membiarkannya. Dua bulan ini Reon merasa dirinya menjadi laki-laki lemah yang tidak berdaya. Ya, itu semua karena perempuan ini, Maharani Aura. Atau biasa disapa Hani. Dan Pigeon, adalah panggilan khusus dari Reon untuk Hani, karena menurut Reon sosok Hani seperti burung Merpati yang cantik.

Sudah dua bulan Hani tidak sadarkan diri, dia koma. Ini karena kecelakan yang menimpanya. Tabrak lari. Dan Reon merasa bersalah karena tidak ada di sisi Hani, sehingga dia tidak dapat melindunginya. Dipikiran Reon dia selalu tidak bisa melindungi Hani, dia selalu menyakitinya. Padahal, tidak begitu. Seperti Reon yang menganggap Hani adalah pusat dunia nya, Hani pun juga begitu. Bagi Hani, Reon adalah segalanya, pusat dunianya, dan pusat kebahagiaannya.

“Aku harus pulang Pigeon. Aku bau. Aku harus mandi. Besok pagi aku kesini lagi. Aku berjanji.” Reon berdiri dari duduknya. Dan dia membungkuk, mengistirahatkan dahinya ke dahi kekasihnya. Dahi mereka bersentuhan. Dan dengan segala keresahan, kekhawatiran, kesedihan, dan rasa cinta yang dalam, Reon berkata “Aku mencintaimu, Pigeon. Dan akan selamanya begitu. Aku berjanji.” Dan Reon mengecup pipi hani, cukup lama. Sampai akhirnya dia berdiri, dan berjalan menuju pintu. Melihat kembali kearah Pigeon-nya. Dan Reon akhirnya keluar dari kamar itu. Dengan langkah yang berat, laki-laki itu pulang ke rumahnya.

Dan Reon sama sekali tak tahu, dan pasti dia tak akan tahu. Bahwa hari itu, adalah hari terakhir dia bisa melihat kekasihnya, Hani-nya, Pigeon-nya dalam kondisi jantung yang masih berdetak. Setelah hari itu, pusat dunia Reon telah menghilang dan Reon mungkin akan hancur. Tapi kita tak tahu, apa yang menunggu Reon dimasa depan.

-END-

Rabu, 03 Juni 2015

Kisah Cinta 4 Musim Dari Salah Satu Penulis Terbaik Indonesia, Ilana Tan


Tau Ilana Tan? Buat penggemar novel-novel romantis pasti tau dia. Ilana Tan adalah penulis novel-novel romantis yang penuh cinta.  Gue jatuh cinta setengah mati sama karya-karya nya. Dan karya Ilana Tan yang paling terkenal pastinya 4 novel nya yang mengusung tema kisah cinta pada musim-musim yang berbeda di kota besar 4 negara yaitu Seoul (Korea Selatan), Paris (Prancis), Tokyo (Jepang), dan London (Inggris). Bisa kebayang kan dari latar tempat nya aja, udah keren.

Tiap novel nya memiliki tema yang berbeda. Tema yang bisa membuat kita semakin jatuh cinta kepada Ilana Tan dan juga tokoh laki-laki nya. Hahaha. Ya, itu termasuk salah satu alasan kenapa gue jatuh cinta sama novel genre romantis. Karena di setiap novel, sosok tokoh utama laki-lakinya pasti adalah laki-laki yang jadi idaman para wanita. Kalau di novel A, laki-laki nya digambarkan tidak bertampang bagus atau jelek, tapi pasti ada hal lebih yang akan buat kita sebagai pembaca jatuh cinta, misalnya ternyata laki-laki ini perhatian pake banget, rela melakukan hal apapun demi wanitanya, atau gak mudah menyerah saat ditolak berkali-kali. Terus di novel B, tokoh utama laki-laki nya punya tampang yang bikin sesak napas, alias tampan abisss, tapi sikap nya nol besar, ya playboy, dingin, jahat, nyebelin sampe buat tokoh utamanya nangis darah, pokoknya hal-hal yang bikin para pembaca geregetan abis sampe rasanya mau jambak-jambak rambut si tokoh utama laki-laki ini, tapi ya tetap aja kalau sosok si tokoh utama nya tersampaikan dengan baik di dalam novel oleh si penulis pasti akan buat kami para pembaca jatuh cinta bahkan lebih dari rasa cinta si tokoh utama wanita.

Novel genre romantis ini bisa buat kita berkhayal tentang sosok laki-laki yang mungkin gak akan kita temui. Kan mustahil gitu kalau orang biasa baru lulus kuliah kaya Anastasia Steele, eh bisa dapet orang kaya banget banget banget yang punya pesawat pribadi, kaya Christian Grey. Tapi kami pembaca novel romantis bisa mewujudkannya ya meskipun hanya dalam pikiran. Satu lagi, gue pernah baca di situs apalah entah pas lagi iseng browsing, kalau membaca novel romantis ini menyehatkan, untuk menghilangkan stress. Rasa semangat dan rasa penasaran untuk membaca chapter-chapter selanjutnya bisa menghilangkan stress. Dan dalam membaca novel juga, kita cenderung mengikuti emosi si tokoh, ketika mereka senang, sedih, terpuruk, bahagia, dan itu menyebabkan kita sering tersenyum-senyum sendiri, kesal tiba-tiba, frustasi karena si tokoh utama gak cepat-cepat baikan, nah ini euforia membaca novel romantis. Pembaca novel romantis seakan punya dunia nya sendiri, dunia nya adalah novel yang dia baca.

Aisssh kebanyakan ya? Wkwk. Lanjut masalah novel Ilana Tan.

Kalau kalian pikir 4 novel ini adalah novel bersambung, seperti Harry Potter atau Twilight, kalian salah. Sama sekali gak ada hubungan antara novel pertama sampai novel terakhir, kecuali hubungan antara tokohnya. Sandy di Summer In Seoul sepupuan sama Tara Dupont di Autumn In Paris. Tatsuya Fujisawa di Autumn In Paris bertetangga dengan Keiko Ishida di Winter In Tokyo. Keiko Ishida di Winter In Tokyo bersaudara kembar dengan Naomi Ishida di Spring In London. Danny Jo di Spring In London bersahabat dengan Jung Tae Woo di Summer In Seoul. Kita mulai...

1.       Summer In Seoul




Ini novel pertama Ilana Tan dari ketiga novel lainnya. Tapi jujur, ini novel terakhir yang gue baca. Kenapa? Karena temen-temen gue gak ada yang punya novel ini. Dan niat mau beli, tapi cari di dua toko buku gak ketemu-ketemu. Mungkin karena novel ini, novel paling pertama di terbitin jadi stok udah abis. Tapi gue beruntung, soalnya nemu novel ini di blog orang dalam bentuk e-book. Jadi awal mula nya nih handphone si Jung Tae Woo dan Sandy alias Han Soon-Hee tertukar. Lalu, Jung Tae Woo ini meminta Sandy untuk berfoto dengan nya sebagai kekasih. Sandy menyetujui nya tapi dengan syarat wajahnya tidak boleh terlihat. Awalnya Jung Tae Woo gak curiga kenapa Sandy langsung menerima tawarannya. Dan Sandy cuma bisa berharap, ia tak akan menyesali keputusannya terlibat dengan Jung Tae Woo. Hari-hari musim panas sebagai kekasih palsu Jung Tae Woo dimulai. Makin sering mereka bersama, benih-benih cinta muncul, dan semakin besar. Tapi, masalah masih menunggu karena kisah empat tahun lalu yang secara gak langsung melibatkan mereka berdua. Novel ini simple banget. Gak banyak konflik. Tapi tetep romantis. Pokoknya baca novel ini, gak perlu mikir deh. Cerita nya sederhana banget, tapi tetep bikin pembaca meleleh. Ada beberapa bagian dari novel ini yang romantis dan jadi favorit gue. Salah satu nya ketika Jung Tae Woo menyusul Sandy ke Indonesia setelah Sandy kecelakaan. Kalimat yang diucapkannya di rumah sakit.

----- Tae Woo menarik kursi dan duduk di sisi tempat tidur. Ia tersenyum lemah. "Ini aku," bisiknya pelan. Gadis itu tetap diam tidak bergerak. Tae Woo menjulurkan tangan dan menyentuh tangan Sandy, "Sudah lama tidak melihatmu. Kau tahu, aku hampir melupakan wajahmu. Kalau aku sampai lupa bagaimana wajahmu, aku tidak akan bisa melakukan apapun lagi. Kau tahu kenapa? Karena aku akan terlalu sibuk berusaha mengingat wajahmu sampai-sampai tidak mampu memikirkan masalah lain. Gawat, kan?"

Ia membelai pipi Sandy dengan ujung jemarinya, "Sekarang setelah melihatmu, aku baru ingat. Ah benar... matamu seperti ini... hidungmu seperti ini... mulutmu... dahimu... dan rambutmu."

Ia menggenggam tangan gadis itu dengan lembut. "Kenapa aku bisa lupa wajahmu?" Tae Woo mendesah. "Imgatanku memang buruk, aku tahu. Menurutmu aku harus bagaimana? Menurutku, aku harus melihatmu setiap hari supaya tidak lupa. Itu artinya kau harus selalu disisiku, bersamaku. Bagaimana?" -----

2.       Autumn In Paris



Ini novel Ilana Tan kedua yang gue baca. Aduuuh, novel ini bikin nangis darah di ending. Berbeda dengan ketiga novel lainnya yang berakhir bahagia alias happily ever after, novel ini justru sad ending. Yang bikin pembaca nyesek abis, air mata gak berhenti-berhenti bahkan setelah novel ini ditutup, besar banget perasaan buat maki-maki Ilana Tan karena buat Tara Dupont dan Tatsuya Fujisawa disini menderita. Menderita nya gak tanggung-tanggung lagi.

Mereka jatuh cinta, begitu cinta mereka makin dalam kenyataan buruk datang ternyata mereka saudara satu ayah, dan mereka berpisah, menyerah dan putus asa untuk cinta mereka karena mereka sadar dari awal cinta mereka memang salah, Tatsuya pergi ke Jepang meninggalkan Tara dan kenangan mereka di Paris, lalu mereka menata hati masing-masing yang hancur lebur sehingga ketika mereka bertemu kembali perasaan mereka bisa berubah menjadi kakak dan adik.

Tapi, kenyataan buruk lagi-lagi datang, takdir memutuskan mereka harus benar-benar berpisah, bahkan mereka tidak diizinkan bertemu lagi sebagai kakak dan adik, karena mereka bukan hanya berbeda negara, tapi mereka sudah berbeda dunia.

Siap-siap aja untuk tersenyum membaca kisah cinta Tara dan Tatsuya di awal novel hingga pertengahan novel. Dan jangan lupa menyiapkan tissue dan mental untuk baca bagian akhir novel.

3.       Winter In Tokyo




Ini novel Ilana Tan pertama yang gue baca. Dan gue langsung jatuh cinta. Gak cuma sama tokoh utama laki-lakinya, Nishimura Kazuto, tapi juga sama tokoh utama perempuannya, Ishida Keiko. Cerita nya cenderung jauh lebih ringan dari pada Autumn In Paris, dan gak banyak konflik. Walaupun gak banyak konflik di novel ini, tapi novel ini yang paling romantis, paling bikin penasaran, dan paling gak terduga ending nya. Mungkin ini karena cerita yang ringan, sehingga pembaca pun selalu senang membaca tiap chapter nya. Gak banyak konflik, jadi pembaca diajak untuk santai. Dan gabungan antara sosok Keiko dan Kazuto yang pas dan menarik hati pembaca. Kalau kalian tanya ke gue, novel mana diantara keempat novel ini yang paling gue suka dan bikin gue jatuh cinta, jawabannya Winter In Tokyo. Dan kalau kalian tanya lagi, pasangan mana yang paling gue suka diantara empat pasangan di keempat novel ini, jawabannya Nishimura Kazuto dan Ishida Keiko. Dan kalau kalian tanya gue lagi, gue paling mau jadi tokoh siapa diantara keempat novel ini, jawabannya Ishida Keiko. Jadi... bisa diliat kan betapa gue jatuh cinta sama Winter In Tokyo. Ini adalah novel yang ngenalin gue sama karya-karya Ilana Tan lainnya. Kalau gue gak jatuh cinta sama novel ini, gue pasti gak akan pernah baca ketiga novel yang lain.

4.       Spring In London



Jujur aja, sekarang ini gue udah lupa gimana jalan cerita novel ini. Padahal gue baca novel ini sampe abis loh. Tapi gak berbekas kaya gue baca Autumn In Paris dan Winter In Tokyo. Karena gue kecewa kali ya sama novel ke empat ini. Kenapa gue kecewa? Karena gue berharap lebih dari novel keempat ini. Gue berharap novel ini romantis nya lebih dari ketiga novel sebelumnya. Padahal latar tempat nya udah London ya, seharusnya novel ini bisa jadi yang paling the best berhubung Spring In London adalah novel penutup. Tapi ya, secara keseluruhan novel ini bagus kok dan wajib untuk dibaca. Cuma kenapa gue bilang kecewa? Ya karena gue berharap lebih dari novel penutup ini. Tapi ternyata, gak sesuai yang gue harapin. Novel ini happy ending sama dengan Summer In Seoul dan Winter In Tokyo.

Cerita di mulai oleh rasa penasaran Danny Jo kenapa Naomi Ishida tidak menyukai nya. Naomi menjauhi Danny seperti wabah penyakit. Padahal Danny merasa tidak melakukan kesalahan apapun. Bagaimanapun juga Danny bukan orang yang gampang menyerah. Ia akan mencoba mendekati Naomi untuk mencari tahu alasan gadis itu memusuhinya. Tetapi ada dua hal yang tidak diperhitungkan Danny. Yang pertama adalah kemungkinan ia akan jatuh cinta pada Naomi Ishida yang dingin, misterius, dan penuh rahasia itu. Dan yang kedua adalah kemungkinan ia akan menguak rahasia gelap yang bisa menghancurkan mereka berdua dan orang-orang yang mereka sayangi.

Tapi ada satu hal yang bikin novel ini gak terduga. Ketika awalnya gue kira Naomi trauma sama laki-laki atau ternyata Danny pernah berbuat kesalahan yang dia gak inget atau apa pun itu lah. Ternyata alasan Naomi bukan itu, dan alasannya nyesek banget. Nyeseknya bukan dialami sama Naomi aja. Tapi justu kalo hal ini diketahui Danny, dia yang akan jadi orang paling menderita.

Ilana Tan masih tetap sama, penulisan dan gaya bahasa novel ini masih cantik dan mengundang decak kagum. Tapi novel ini punya alur yang agak bertele-tele. Walaupun begitu, ini tetap masuk ke daftar novel favorit gue. Karena emang gue suka sama karya-karyanya Ilana Tan.

Oke, cukup sekian postingan kali ini. Silahkan beli 4 novel ini di toko buku. Lalu dibaca dengan baik dan penuh penghayatan. Dipastikan kalian akan jatuh cinta. Bye. Sampai jumpa dipostingan selanjutnya. Love, Kiki.